Tepat hari ini 19 Oktober 2017, genap sudah 30 tahun usia tragedi kecelakaan kereta api di Bintaro, kecelakaan terdahsyat sepanjang sejarah perkeretaapian di Indonesia. Tentu, tragedi dahsyat ini, akan selalu kita ingat dan kenang.
Tragedi Bintaro terjadi pada Senin pagi tanggal 19 Oktober 1987. Memang, waktu itu saya belum terlahir ke dunia ini. Tetapi saya banyak mendapat cerita dari ayah dan ibu saya. Ibu saya berkata, “Kecelakaan kereta api ini dahsyat sekali, lokomotif saling bertabrakan dengan lokomotif. Lebih dari 100 penumpang meninggal dunia.” Begitu ibu saya bercerita.
Saya jadi ingin tahu lebih lanjut mengenai peristiwa kecelakaan kereta api terdahsyat sepanjang sejarah perekeretaapian Indonesia ini. Saya pun banyak membaca-baca berita mengenai peristiwa ini.
Kronologi Kejadian
Menurut berbagai info yang saya pernah baca dan kumpulkan, kecelakaan kereta api ini terjadi pada dua buah kereta api yang saling bertemu pada satu jalur yang sama. Yakni KA 255 jurusan Rangkasbitung – Jakarta dan KA 220 cepat jurusan Tanahabang – Merak, kemudian kedua kereta api ini bertabrakan di dekat Stasiun Sudimara, Bintaro. Menurut teman ibu saya yang mengetahui waktu kejadiannya, kejadian tabrakan dua kereta ini terjadi pada saat jam sibuk orang tengah berangkat kantor, sehingga mengakibatkan korban yang tewas tidak sedikit. Tercatat 153 korban tewas di tempat, dan 300 orang luka-luka.
Menurut berbagai info yang saya pernah baca dan kumpulkan, kecelakaan kereta api ini terjadi pada dua buah kereta api yang saling bertemu pada satu jalur yang sama. Yakni KA 255 jurusan Rangkasbitung – Jakarta dan KA 220 cepat jurusan Tanahabang – Merak, kemudian kedua kereta api ini bertabrakan di dekat Stasiun Sudimara, Bintaro. Menurut teman ibu saya yang mengetahui waktu kejadiannya, kejadian tabrakan dua kereta ini terjadi pada saat jam sibuk orang tengah berangkat kantor, sehingga mengakibatkan korban yang tewas tidak sedikit. Tercatat 153 korban tewas di tempat, dan 300 orang luka-luka.
Tragedi Bintaro ini merupakan peristiwa yang terburuk setelah sebelumnya terjadi peristiwa tabrakan kereta api juga pada tanggal 20 September di tahun yang lebih awal, yakni tahun 1968, yang menewaskan 116 orang. Tabrakan pada tahun 1968 itu terjadi antara kereta api Bumel dengan kereta api cepat di Desa Ratujaya, Depok. Tentu jumlah korban di tahun 1968 masih lebih sedikit dibandingkan dengan kecelakaan kereta api di Bintaro pada tahun 1987.
Tragedi Bintaro ini terjadi saat KA (Kereta Api) 225 Jurusan Rangkasbitung – Jakarta yang dipimpin oleh masinis Slamet Suradio dengan asistennya yang bernama Soleh, dan seorang kondektur, Syafei berhenti di jalur 3 Stasiun Sudimara. Menurut info yang pernah saya baca, kereta ini ditarik oleh oleh lokomotif BB30317 dalam keadaaan padat penumpang, yaitu sekitar 700 penumpang di dalamnya.
Kemudian, KA 225 ini bersilang dengan KA 220 Patas jurusan Tanah Abang-Merak yang menurut info dari yang pernah saya baca, dipimpin oleh masinis Amung Sunarya beserta asistennya yang bernama Mujiono. KA 220 ini juga bermuatan padat penumpang di kala itu. Sekitar 500 orang penumpang berada di KA 220 jurusan Tanah Abang-Merak ini.
Konon menurut kabar, peristiwa Tragedi Bintaro ini bermula dari kesalahan kepala stasiun Serpong yang memberangkatkan KA 225 jurusan Rangkasbitung-Jakarta ke stasiun Sudimara tanpa mengecek terlebih dahulu kondisi kepenuhan jalur yang ada di jalur Sudimara. Inilah yang dinamakan kesalahan prosedur, mengapa demikian? Karena di sana tidak terjalin adanya komunikasi juga koordinasi dari kepala Stasiun Serpong kepada kepala Stasiun Sudimara.
Dan menurut sumber dari apa yang pernah saya baca, menurut jadwal, seharusnya keduanya akan bersilang di Stasiun Sudimara ini, di mana kalau tepat waktu, KA 225 seharusnya datang pukul 06.40 dan menunggu KA Cepat Patas 220 yang akan lewat pada pukul 06.49 di Stasiun Sudimara. Tapi apa kenyataannya? KA 225 ini terlambat 5 menit ketika sampai di Sudimara.
Detik-detik Menjelang Kereta Bertabrakan
Detik-detik menjelang peristiwa tabrakan dahsyat antara dua kereta api ini, salah seorang petugas dari PPKA Stasiun Sudimara yang bernama Djamhari menerima telepon dari petugas PPKA Stasiun Kebayoran yang bernama Umrihadi yang mengabarkan bahwa KA nomor 220 jurusan Jakarta Kota-Tanah Abang-Merak telah diberangkatkan. Sontak, dua petugas ini berusaha mengejar kereta api yang telah berangkat, mereka juga sudah mengeluarkan sinyal tanda darurat, namun apa daya usaha mereka hanya sebuah kesia-siaan belaka.
Detik-detik menjelang peristiwa tabrakan dahsyat antara dua kereta api ini, salah seorang petugas dari PPKA Stasiun Sudimara yang bernama Djamhari menerima telepon dari petugas PPKA Stasiun Kebayoran yang bernama Umrihadi yang mengabarkan bahwa KA nomor 220 jurusan Jakarta Kota-Tanah Abang-Merak telah diberangkatkan. Sontak, dua petugas ini berusaha mengejar kereta api yang telah berangkat, mereka juga sudah mengeluarkan sinyal tanda darurat, namun apa daya usaha mereka hanya sebuah kesia-siaan belaka.
Demikianlah, maut sudah merupakan garis takdir yang telah tertulis dari Tuhan kepada hamba-Nya. Kedua kereta api yang sama-sama tengah padat penumpang ini saling bertabrakan dalam satu jalur yang sama, bisa dibayangkan betapa ngerinya ketika lokomotif bertemu dengan lokomotif. Besi-besi saling menggilas dan menggiling tubuh-tubuh penumpang yang ada di dalamnya. tulang-tulang penumpang hancur seketika di dalamnya.
Saya pernah lihat film dokumenter Tragedi Bintaro ini di Youtube, banyak anak-anak kecil yang turut meregang nyawa, tewas seketika di tempat. Sesaat setelah tabrakan, tempat itu dipenuhi oleh tangisan, erangan, serta bau darah dari dalam rongsokan kereta. Saya tidak terbayang berapa banyak darah-darah yang tumpah di lokasi kejadian. Sungguh tragedi yang memberikan sayatan kepedihan yang sangat mendalam, bukan hanya untuk keluarga korban tapi untuk perkeretaapian di Indonesia. Semoga tragedi maut kereta api seperti ini di Indonesia tidak terulang lagi.
No comments:
Post a Comment